Ikatan
Pelajar Muhammadiyah merupakan organisasi remaja dan pelajar yang merupakan
organisasi otonom Muhammadiyah.
Sejarah
IPM
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berdiri tahun 1961. Latar belakang berdirinya
IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian
terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari
banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan
mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar
Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi
Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna
perjuangan Muhammadiyah.
Jika
dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar
Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.
Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.
Setelah
tahun 1947, berdirinya kantong-kantong pelajar Muhammadiyah untuk beraktivitas
mulai mendapatkan resistensi dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah
sendiri. Pada tahun 1950, di Sulawesi (di daerah Wajo) didirikan Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, namun akhirnya dibubarkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat.
Pada tahun 1954, di Yogyakarta berdiri GKPM yang berumur 2 bulan karena
dibubarkan oleh Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali
didirikan di Yogyakarta, tetapi dibubarkan juga oleh Muhammadiyah (yaitu
Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah). Setelah GKPM dibubarkan, pada
tahun 1956 didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudian merencanakan akan
mengadakan musyawarah se-Jawa Tengah. Akan tetapi, upaya ini mendapat tantangan
dari Muhammadiyah, bahkan para aktifisnya diancam akan dikeluarkan dari sekolah
Muhammadiyah bila tetap akan meneruskan rencananya. Pada tahun 1957 juga
berdiri IPSM (Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di Surakarta, yang juga
mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri. Resistensi dari berbagai
pihak, termasuk Muhammadiyah, terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi
bagi pelajar Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik di
Indonesia yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika merentang sejarah
yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan sebuah
background politik ummat Islam secara keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI
berdiri, organisasi-organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan
dengan membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan Deklarasi Panca
Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan ummat Islam, bahwa ummat Islam
bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi; satu gerakan mahasiswa Islam,
yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan
Pemuda Islam Indonesia (GPII); satu gerakan pelajar Islam, yaitu Pelajar Islam
Indonesia (PII); dan satu Kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI). Kesepakatan
bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat bertahan lama, karena pada
tahun 1948 PSII keluar dari Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU pada tahun
1952. Sedangkan Muhammadiyah tetap bertahan di dalam Masyumi sampai Masyumi
membubarkan diri pada tahun 1959. Bertahannya Muhammadiyah dalam Masyumi
akhirnya menjadi mainstream yang kuat bahwa deklarasi Panca Cita hendaknya
ditegakkan demi kesatuan ummat Islam Indonesia. Di samping itu, resistensi dari
Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya anggapan yang merasa
cukup dengan adanya kantong-kantong angkatan muda Muhammadiyah, seperti Pemuda
Muhammadiyah dan Nasyi'atul ‘Aisyiyah, yang cukup bisa mengakomodasikan
kepentingan para pelajar Muhammadiyah.
Dengan
kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk
membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai
mendapat titik-titik terang dan mulai menunjukan keberhasilanya, yaitu ketika
pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha
melindungi aktivitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muham-madiyah.
Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammdiyah dilakukan
dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan-pembicaraan mengenai
perlunya berdiri organisai pelajar Muhammadiyah banyak dilakukan oleh Pimpinan
Pusat Pemuda Muham-madiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dengan
keputusan konferensi Pemuda Muham-madiyah di Garut tersebut akhirnya diperkuat
pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang berlangsung pada tanggal 24-28
Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (Keputusan II/No. 4). Keputusan tersebut di antaranya ialah
sebagai berikut :
Muktamar
Pemuda Muhammadiyah meminta kepa-da Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis
Pendi-dikan dan Pengajaran supaya memberi kesem-patan dan memnyerahkan
kompetensi pemben-tukan IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah. Muktamar Pemuda
Muhammadiyah mengama-natkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menyusun
konsepsi Ikatan Pelajar Muham-madiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan muktamar
tersebut, dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat
dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendi-dikan dan Pengajaran.
Kata
sepakat akhirnya dapat tercapai antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran tentang
organisasi pelajar Muhammadiyah. Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15
Juni 1961 yang ditandatangani bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Rencana
pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di
Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut
IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran
Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Perkembangan
IPM akhirnya bisa memperluas jaringan sehingga bisa menjangkau seluruh
sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat
ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan IPM di
sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan kontradiksi dengan
kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Keormasan, bahwa satu-satunya
organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi
Siswa Intra-Sekolah (OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga
terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada
dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Bahkan pada
Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 di Yogyakarta, Menteri Pemuda dan
Olahraga saat itu (Akbar Tanjung) secara khusus dan implisit menyampaikan
kebijakan pemerintah kepada IPM, agar IPM melakukan penye-suaian dengan
kebijakan pemerintah.
Dalam
situasi kontra-produktif tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk team
eksistensi yang bertugas secara khusus menyelesaikan permasalahan ini. Setelah
dilakukan pengkajian yang intensif, team eksistensi ini merekomendasikan
perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah
organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari
pemerintah. Bahkan ada yang mengang-gap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroisme
sebagai-mana yang dimiliki oleh PII yang tetap tidak mau menga-kui Pancasila
sebagai satu-satunya asas organisasinya.
Namun
sesungguhnya perubahan nama tersebut merupakan blessing in disguise (rahmat
tersembunyi). Perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas
jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar,
tetapi juga basis remaja yang lain, seperti santri, anak jalanan, dan
lain-lain.
Keputusan
pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat IPM Nomor
VI/PP.IPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
tanggal 18 Nopember 1992 melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muham-madiyah
Nomor 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama Ikatan Pelajar
Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian, secara resmi
perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 Nopember 1992.
MAKSUD
DAN TUJUAN IPM
"TERBENTUKNYA
PELAJAR MUSLIM YANG BERILMU, BERAKHLAQ MULIA, DAN TERAMPIL DALAM RANGKA
MENEGAKKAN DAN MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI AJARAN ISLAM SEHINGGA TERWUJUDNYA
MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA"'Teks tebal '
Semboyan
IPM
Semboyan
IPM ada dalam Al-Quran surat Al-qalam ayat 1 yang berbunyi "Nuun Walqalami
Wamaa Yasturuun" yang artinya "Nuun, Demi Pena dan Apa yang
Dituliskannya" itulah semboyan IPM sebagai organisasi pelajar.
Jaringan
IPM
Susunan
organisasi IPM dibuat secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat
adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup nasional. Pimpinan Wilayah
adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi atau daerah tingkat I.
Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat kabupaten/kotamadia
atau daerah tingkat II. Sedangkan Pimpinan Cabang adalah kesatuan ranting-ranting
dalam satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam
satu sekolah, desa/kelurahan atau tempat lainnya. Saat ini, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
TINJAUAN
ORGANISATORIS IPM
1)
IPM sebagai Organisasi Maksud dan tujuan IPM adalah “terbentuknya pelajar
muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan,
menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujudnya masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridloi Allah swt” (Pasal 3 AD/ART). Keanggotaan
IPM sebagai organisasi adalah keanggotaan PELAJAR. Pada Anggaran Dasar Pasal 5
tentang anggota, anggota IPM adalah: a) Pelajar muslim yang bersekolah di
perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan/atau SMA/sederajat; b)
Pelajar muslim yang berusia 12 tahun dan maksimal 21 tahun; c) mereka yang
pernah menjadi anggota sebagaimana tersebut dalam ketentuan a dan b yang
diperlukan oleh organisasi dengan usia maksimal 24 tahun. Adapun syarat
menjadi anggota IPM disebutkan dalam Anggaran Rumah Tangga IPM Bab II Pasal 2
sebagai berikut. a) Pelajar muslim WNI, yang menyetujui maksud dan tujuan
IRM, bersedia mendukung kebijakan organisasi dan berperan aktif melaksanakan
tugas IRM dapat diterima menjadi anggota. b) Pelajar yang bersekolah di
perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan/atau SMA/sederajat.
Kewajiban anggota bahwa setiap anggota berkewajiban untuk menaati dan
menjalankan AD dan ART serta menaati segala peraturan dan kebijakan
organisasi. Adapun hak-hak anggota IPM adalah: a) memberikan saran dan
menyatakan pendapat demi kebaikan organisasi b) memberikan suara c)
memberikan saran untuk kebaikan d) memilih dan dipilih e) mendapatkan
pembinaan dari IPM Jaringan struktural IPM secara berjenjang dari tingkat
Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan
Pimpinan Ranting. Dalam hal permusyawaratan, dalam IPM mengenal Muktamar,
Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil), Musyawarah Wilayah (Musywil),
Konferensi Pimpinan Daerah (Konpida), Musyawarah Daerah (Musyda), Konferensi
Pimpinan Cabang (Konpicab), Musyawarah Cabang (Musycab), Konferensi Pimpinan
Ranting (Konpiran), dan Musyawarah Ranting (Musyran). Permusyawaratan lain
yang perlu diketahui adalah Muktamar Luar Biasa, yaitu muktamar yang
diselenggarakan apabila keberadaan ikatan terancam dibubarkan yang Konpiwil
tidak berwenang untuk memutuskan dan tidak dapat ditangguhkan sampai muktamar
berikutnya. Permusyawaratan dapat berlangsung tanpa me-mandang jumlah yang
hadir, asal yang bersangkutan telah diundang secara sah. Keuangan merupakan
vitalitas bagi wujud gerak maupun amal usaha. Keuangan mampu menyetir langkah
usaha suatu organisasi. Keuangan merupakan kekayaan dan aset modal usaha
organisasi. Keuangan IPM secara jelas diatur dalam AD/ART, keuangan IRM
diperoleh dari dana abadi, iuran anggota, uang pangkal, dan sumber lain yang
halal dan tidak mengikat. Demikian pula IRM mendapat bantuan rutin dari
pimpinan Muhammadiyah setingkat.
2)
Prinsip Dasar Organisasi: IPM Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah salah
satu organisasi otonom persyarikatan Muhammadiyah yang merupakan gerakan
Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar di kalangan remaja, berakidah Islam,
dan bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Organisasi ini didirikan dengan
maksud dan tujuan sebagaimana tersebut di atas, yaitu dalam Pasal 3 AD/ART
Muktamar IPM XIII. Pencapaian maksud dan tujuan tersebut dilakukan dengan
upaya-upaya sebagai berikut: a) Menanamkan kesadaran beragama Islam,
memperteguh iman, menertibkan peribadatan dan mempertinggi akhlak. b)
Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama Islam untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya. c) Memperdalam, memajukan dan meningkatkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya. d) Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota guna
meningkatkan fungsi dan peran IPM sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa
dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya menuju terbentuknya masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridloi Allah swt. e) Meningkatkan amal salih
dan kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan. f) Segala usaha yang tidak
menyalahi ajaran Islam dengan mengindahkan hukum dan falsafah yang berlaku.
Pranala
Luar